Kenapa Filsafat Tidak Diajarkan di Sekolah?
Pasti ada sebagian diantara kita yang bertanya "kenapa ilmu Filsafat tidak diajarkan di sekolah?"
Apakah ilmu filsafat adalah ilmu yang berbahaya? yang menjerumuskan pada pemberontakan atau atheisme?
Daripada termakan oleh opini sesat, mari kita lihat dulu definisi filsafat menurut salah satu filsuf yaitu Aristoteles
Filsafat menurut Aristoteles (382 S.M-322 S.M)
Sedangkan filsafat dari ilmuwan modern menurut Seiler Brubacher (1898-1988)
Dari definisinya saja sudah bisa kita lihat kalau Filsafat tidak ada kaitannya secara langsung dengan atheisme dan pemberontakan. Menurut saya setelah membaca novel Dunia Sophie, Filsafat adalah ilmu yang mengajarkan kita untuk memikirkan hal-hal yang kita sudah tidak peka lagi. Contohnya alasan kita ada di bumi, alasan kenapa manusia diciptakan dan lain sebagainya. Filsafat membawa kita ke masa kecil kita dimana kita dulu dihantui berbagai pertanyaan yang mengganjal, namun terkadang orang tua kita sendiri pun tidak bisa menjawabnya sampai-sampai kita lupa terhadap apa yang kita tanyakan dahulu. Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menuntut kita untuk berpikir kritis, rasional dan bijaksana.
Namun efek dari ilmu filsafat ini tergantung dari pribadi yang mempelajarinya, apakah ia akan menjadi gila atau bijaksana? apakah ia akan semakin ragu atau bertambah keimanannya? masalah tersebut bukan timbul dari ilmu filsafat, namun bagaimana kita menyikapinya.
Bukankan ilmuwan Muslim Golden Age seperti Ibnu Sina juga mempelajari filsafat? Bahkan beliau menciptakan teori mengenai nafs (Tubuh dan Ruh). Beliau bahkan sampai harus membaca tulisan-tulisan Aristoteles sampai 40x, namun tak kunjung paham. Setelah paham, beliau akhirnya membuat buku pengantar Aristoteles yang saya lupa judulnya apa.
Apa yang menghalangi kita untuk berpikir secara lebih luas? Apakah kita mau selamanya terjebak dalam penjara ideologi konservatif yang kaku?
Jadi menurut saya, jika mempelajari Filsafat adalah ilmu yang berbahaya, THAT'S TOTALLY WRONG
Lantas mengapa ilmu Filsafat tidak diajarkan di sekolah?
Dari uraian diatas, saya mengambil kesimpulan bahwa TIDAK SEMUA PRIBADI SUDAH SIAP ATAU MAMPU UNTUK MEMPELAJARINYA
Namun perlu diketahui bahwa ketakutan orang Indonesia terhadap filsafat bagi saya merupakan salah satu faktor mengapa Indonesia masih begitu tertinggal secara sains dan teknologi, karena ketakutan pada filsafat adalah ketakutan pada pemikiran yang logis, kritis dan maju. Masih ada orang-orang yang berfikiran bahwa rekayasa genetik itu melangkahi kodrat manusia, edukasi seks dianggap mengajarkan pornografi atau seks diluar nikah, rahim pinjaman dianggap zina dan masih banyak lagi. Ini juga alasan mengapa masih begitu banyak orang Indonesia yang sangat mudah percaya kepada HOAX atau BERITA BOHONG. (Stephani Febiola Valentina:2017)
Kita mendapat permasalahan mengapa sebenarnya ilmu filsafat SEBAIKNYA dipelajari sejak SMA adalah agar generasi muda sudah terlatih untuk berpikir secara luas dan terbuka. Namun kembali lagi pada persoalan sebelumnya yaitu ilmu filsafat tidak cocok untuk dijadikan sebagai mapel sekolah.
Halah palingan ujung-ujungnya ngapalin nama-nama filsuf dan pendapatnya. GURU JAMAN SEKARANG MAH MAYORITAS GITU!, also reaksi murid-murid setelah mempelajarinya juga perlu dipertimbangkan.
*LANTAS APA YANG HARUS KITA LAKUKAN UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN DIATAS*
Jawabannya sangat-sangat simple yaitu meningkatkan kegemaran literasi sejak dini. Loh kok lari topiknya ke literasi? Karena untuk memahami filsafat tentu diperlukan tingkat pemahaman yang tinggi. TAPI nihh ada tapinya, bahwa
Jadi SAYA RASA nih ya saya rasa. Penerapan budaya literasi harus dilakukan sedini mungkin oleh para orang tua, dimulai dengan menyuruh anak untuk membaca buku, namun HANYA BUKU DENGAN TEMA YANG DISUKAI ANAK.
Untuk penerapan di sekolah, SAYA RASA (lagi) memaksakan tema buku kepada siswa itu hanya membuat siswa semakin jenuh dan hanya menganggapnya sebagai tugas dari sekolah yang ekuivalen para siswa tidak PAHAM esensi dari gerakan wajib literasi.
Analogi orang pacaran nih ya, kita lihat cakepnya dan baiknya dulu baru bisa mentolerir semua habitsnya yang buruk. Maka dari itu untuk jatuh cinta kepada literasi, alangkah baiknya jika tema-Nya disesuaikan dengan kegemaran sang pembaca pemula.
Untuk diri kita pribadi, tidak masalah jika kita sulit atau bahkan TIDAK memahami apa yang kita baca. Ingatlah kisah Ibnu Sina diatas tadi, harusnya itu menjadi motivasi diri untuk mencari ilmu.
Yen uwes tresna, apa wae bakal dilakukake. Hal yang paling mendasar adalah bagaimana diri kita jatuh cinta pada ilmu tersebut, sukarnya memahami itu bukan masalah. Karena kalau sudah tidak cinta, mau semudah apapun juga bakalan terasa berat hehe... (sakit bruh)
Yahh itu semua yang bisa saya tulis, sejalan atau tidak itu urusan anda.
Semua orang punya subjektivitas masinh-masing. Kalau dalam stoisism, memaksakan opini kita terhadap orang lain adalah tindakan yang literally tidak rasional.
Tetapi jika secara data yang salah, anda boleh mengkoreksi karena source saya yang terbatas.
Untuk topik mengenai literasi, saya akan buat opini terpisah mengenai hal tersebut dilain waktu.
Sekian opini saya, semoga bermanfaat
Marv
Apakah ilmu filsafat adalah ilmu yang berbahaya? yang menjerumuskan pada pemberontakan atau atheisme?
Daripada termakan oleh opini sesat, mari kita lihat dulu definisi filsafat menurut salah satu filsuf yaitu Aristoteles
Filsafat menurut Aristoteles (382 S.M-322 S.M)
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika.
Sedangkan filsafat dari ilmuwan modern menurut Seiler Brubacher (1898-1988)
Filsafat yang berasal dari kata Yunani filos dan sofia berarti cinta kebijaksanaan atau belajar. Lebih dari itu dapat diartikan cinta belajar pada umumnya, dalam proses pertumbuhan ilmu pengetahuan (sains) hanya terdapat dalam apa yang kita kenal dengan filsafat.
Dari definisinya saja sudah bisa kita lihat kalau Filsafat tidak ada kaitannya secara langsung dengan atheisme dan pemberontakan. Menurut saya setelah membaca novel Dunia Sophie, Filsafat adalah ilmu yang mengajarkan kita untuk memikirkan hal-hal yang kita sudah tidak peka lagi. Contohnya alasan kita ada di bumi, alasan kenapa manusia diciptakan dan lain sebagainya. Filsafat membawa kita ke masa kecil kita dimana kita dulu dihantui berbagai pertanyaan yang mengganjal, namun terkadang orang tua kita sendiri pun tidak bisa menjawabnya sampai-sampai kita lupa terhadap apa yang kita tanyakan dahulu. Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menuntut kita untuk berpikir kritis, rasional dan bijaksana.
Namun efek dari ilmu filsafat ini tergantung dari pribadi yang mempelajarinya, apakah ia akan menjadi gila atau bijaksana? apakah ia akan semakin ragu atau bertambah keimanannya? masalah tersebut bukan timbul dari ilmu filsafat, namun bagaimana kita menyikapinya.
Bukankan ilmuwan Muslim Golden Age seperti Ibnu Sina juga mempelajari filsafat? Bahkan beliau menciptakan teori mengenai nafs (Tubuh dan Ruh). Beliau bahkan sampai harus membaca tulisan-tulisan Aristoteles sampai 40x, namun tak kunjung paham. Setelah paham, beliau akhirnya membuat buku pengantar Aristoteles yang saya lupa judulnya apa.
Apa yang menghalangi kita untuk berpikir secara lebih luas? Apakah kita mau selamanya terjebak dalam penjara ideologi konservatif yang kaku?
Jadi menurut saya, jika mempelajari Filsafat adalah ilmu yang berbahaya, THAT'S TOTALLY WRONG
Lantas mengapa ilmu Filsafat tidak diajarkan di sekolah?
Dari uraian diatas, saya mengambil kesimpulan bahwa TIDAK SEMUA PRIBADI SUDAH SIAP ATAU MAMPU UNTUK MEMPELAJARINYA
Namun perlu diketahui bahwa ketakutan orang Indonesia terhadap filsafat bagi saya merupakan salah satu faktor mengapa Indonesia masih begitu tertinggal secara sains dan teknologi, karena ketakutan pada filsafat adalah ketakutan pada pemikiran yang logis, kritis dan maju. Masih ada orang-orang yang berfikiran bahwa rekayasa genetik itu melangkahi kodrat manusia, edukasi seks dianggap mengajarkan pornografi atau seks diluar nikah, rahim pinjaman dianggap zina dan masih banyak lagi. Ini juga alasan mengapa masih begitu banyak orang Indonesia yang sangat mudah percaya kepada HOAX atau BERITA BOHONG. (Stephani Febiola Valentina:2017)
Kita mendapat permasalahan mengapa sebenarnya ilmu filsafat SEBAIKNYA dipelajari sejak SMA adalah agar generasi muda sudah terlatih untuk berpikir secara luas dan terbuka. Namun kembali lagi pada persoalan sebelumnya yaitu ilmu filsafat tidak cocok untuk dijadikan sebagai mapel sekolah.
Halah palingan ujung-ujungnya ngapalin nama-nama filsuf dan pendapatnya. GURU JAMAN SEKARANG MAH MAYORITAS GITU!, also reaksi murid-murid setelah mempelajarinya juga perlu dipertimbangkan.
*LANTAS APA YANG HARUS KITA LAKUKAN UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN DIATAS*
Jawabannya sangat-sangat simple yaitu meningkatkan kegemaran literasi sejak dini. Loh kok lari topiknya ke literasi? Karena untuk memahami filsafat tentu diperlukan tingkat pemahaman yang tinggi. TAPI nihh ada tapinya, bahwa
Perubahan itu dilakukan sedikit demi sedikit, kalau langsung cepat itu namanya revolusi dan revolusi itu pasti BERDARAH-DARAH
Jadi SAYA RASA nih ya saya rasa. Penerapan budaya literasi harus dilakukan sedini mungkin oleh para orang tua, dimulai dengan menyuruh anak untuk membaca buku, namun HANYA BUKU DENGAN TEMA YANG DISUKAI ANAK.
Untuk penerapan di sekolah, SAYA RASA (lagi) memaksakan tema buku kepada siswa itu hanya membuat siswa semakin jenuh dan hanya menganggapnya sebagai tugas dari sekolah yang ekuivalen para siswa tidak PAHAM esensi dari gerakan wajib literasi.
Analogi orang pacaran nih ya, kita lihat cakepnya dan baiknya dulu baru bisa mentolerir semua habitsnya yang buruk. Maka dari itu untuk jatuh cinta kepada literasi, alangkah baiknya jika tema-Nya disesuaikan dengan kegemaran sang pembaca pemula.
Untuk diri kita pribadi, tidak masalah jika kita sulit atau bahkan TIDAK memahami apa yang kita baca. Ingatlah kisah Ibnu Sina diatas tadi, harusnya itu menjadi motivasi diri untuk mencari ilmu.
Yen uwes tresna, apa wae bakal dilakukake. Hal yang paling mendasar adalah bagaimana diri kita jatuh cinta pada ilmu tersebut, sukarnya memahami itu bukan masalah. Karena kalau sudah tidak cinta, mau semudah apapun juga bakalan terasa berat hehe... (sakit bruh)
Yahh itu semua yang bisa saya tulis, sejalan atau tidak itu urusan anda.
Semua orang punya subjektivitas masinh-masing. Kalau dalam stoisism, memaksakan opini kita terhadap orang lain adalah tindakan yang literally tidak rasional.
Tetapi jika secara data yang salah, anda boleh mengkoreksi karena source saya yang terbatas.
Untuk topik mengenai literasi, saya akan buat opini terpisah mengenai hal tersebut dilain waktu.
Sekian opini saya, semoga bermanfaat
Marv
Top...πopini yang punya dasar
BalasHapusπ
BalasHapusNice opiniππ
BalasHapusSemangat nulisnya cah bagus
BalasHapus