Melihat Akar Konflik Palestina - Israel dari Sudut Pandang yang Berbeda

Khilafah: Kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke segenap penjuru dunia. (Qawâ’id Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm: hal. 229-230).



Bismillah...
Konflik Palestina - Israel dari dulu sampai sekarang ibarat permainan endless mode. Tidak ada henti-hentinya saling berseteru. Namun hal itu bukan terjadi secara kebetulan bukan?. Kalau ngomongin soal konflik ini pasti yang terbenak dalam kepala kita adalah semua ulah bangsa-bangsa barat dan Yahudi, ngaku aja deh!

Tapi pernah nggak sih terbayang kalau sebenarnya konflik ini jika ditarik akarnya juga disebabkan oleh perselisihan kaum muslimin itu sendiri yaitu antara bangsa Arab dan bangsa Turki?


Terbang ke Asia Minor, disanalah pusat kekhalifahan Islam yang secara unik didirikan oleh bangsa Turki. Yap, Kekhalifahan Ottoman atau Ustmani, kekhalifahan yang berhasil mengalahkan Byzantium dengan kejatuhan Konstantinopel sebagai klimaksnya. Kekhalifahan ini mencapai kejayaannya pada era Sulaiman al-Qanuni (Sang Pemberi Hukum) atau oleh barat sebagai Suleiman the Magnificent (Sang Luar Biasa) karena penaklukan beliau yang begitu luas mengungguli Khalifah (dibaca: Sultan) sebelumnya.


Dalam era kemundurannya, keperkasaan Ottoman mulai impoten karena banyak dari wilayahnya yang dicaplok oleh negara-negara barat. Berkembangnya ilmu pengetahuan membuat ide-ide kiri bermunculan salah satunya adalah upaya revolusi yang dilakukan oleh bangsa Arab. Revolusi ini dilandasi dengan semangat ashabiyah yang kuat sebagai bangsa Arab, mereka merasa bahwa kalangan mereka lah yang sebenarnya lebih pantas untuk mengemban beban kekhalifahan.



Hal ini semakin memperlemah kegagahan Ottoman salah satu sebagai peradaban Islam terkuat yang pernah ada. Perlahan kekuasaan Ottoman melemah akibat gerakan Turki muda dan revolusi Arab yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kependudukan Yahudi di tanah yang dulunya merupakan tanah Kanaan.


Dalang dari gerakan Turki muda adalah Kemal Pasha Attaturk, kelak dialah yang menjadi bapak republik Turki. Sedangkan dalang dari revolusi Arab (Arab revolt) adalah  Syarif (sejenis gubernur) Hussein bin Ali dari Mekkah.

Beliau berpikir bahwa kekhalifahan tidak seharusnya diemban dari kalangan Quraisy. Sedangkan Ottoman ini bukan dari suku Quraisy, dan lebih parah lagi mereka bangsa Turki, golongan Ajam (Non-Arab). Keprihatinan beliau ditambah dengan beberapa point lainnya yaitu:

1. Masalah legitimasi Ottoman atas tanah suci, karena Ottoman mewarisi gelar kekhalifahan dari daulah sebelumnya yaitu Abbasiyah sejak masa Yavuz Sultan Selim Khan. Padahal ada hadist yang menyatakan bahwa kepemimpinan ummat harus dari kalangan Quraisy

اْلأَءِمَّةُ مِنْ قُرَيْشٍ اِنْ لَهُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا وَلَكُمْ عَلَيْهِمْ حَقًّا مِثْلَ ذَالِكَ مَا اِنْ اسْتُرْحِمُوْا فَرَحِمُوْا وَاِنْ عَاهَدُوْا وَفَوْا وَاِنْ حَكَمُوْا عَدَلُوْا فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَالِكَ مِنْهُمْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلَاءِكَةِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ

“Pemimpin-pemimpin itu dari suku Quraisy. Mereka memiliki hak atas kalian dan kalian juga memiliki hak atas mereka. Jika mereka diminta untuk mengayomi, mereka bisa mengayomi. Jika mereka membuat kontrak mereka pasti akan melaksanakan. Barangsiapa yang tidak seperti itu maka ia akan dilaknat Allah, malaikat dan semua manusia.” (HR. Ahmad dan Thabrani. Redaksi dari Ahmad).

Sebenarnya terjadi pro dan contra terhadap penafsiran hadist ini apakah berlaku selamanya atau pada waktu itu saja.

2. Banyaknya mualaf dan orang Eropa yang memegang jabatan penting (Pasha dan Beik) dalam pemerintahan membuat bangsa Arab merasa terpinggirkan.

Hal itu membuat Syarif Hussein geram dengan daulah Ottoman sehingga mempersuasi kalangan Arab untuk tidak ikut dalam jihad melawan Inggris dan Prancis.

Hal itu menjadi celah bagi Britania yang waktu itu menjadi oposisi Ottoman untuk melemahkan Ottoman lewat bangkitnya nasionalisme Arab. Revolusi Arab atau Arab Revolut pun meletus pada tanggal 8 Juni 1916 setelah Syarif Hussein terhasut oleh Intelijen Britania yang bernama T.E Lawrence. Selain itu Syarif Hussein juga 'tertipu' dengan gombalan manis yang dilontarkan oleh Letkol Henry McMachon yang merupakan Komisaris besar Britania di Mesir. Katanya sih dia kelak akan menjabat sebagai Khalifatul Muslimin di seluruh Hejaz apabila mau membantu Britania dalam perlawanannya melawan Kekhalifahan Ottoman dan Kekaisaran Jerman. Akhirnya Kerajaan Hejaz merdeka pada tahun 1918, 5 tahun sebelum Ottoman runtuh.

Dan benar saja, setelah Hejaz merdeka, negara kolonialis yang tadinya memberi janji manis malah berencana membagi wilayah Arab menjadi milik Britania dan Prancis. i won, but at what cost?

Parahnya lagi, Dengan adanya mandat (status hukum yang diberikan pada wilayah tertentu yang diserahkan dari satu negara ke negara lainnya setelah PD I) Britania atas Palestina, maka bangsa Yahudi Jerman atau Askhenazi diizinkan oleh Britania untuk "berhijrah" ke Tanah Palestina dengan ketentuan hanya menduduki 1/3 wilayah tersebut. Berlangsung pada tahun 1920 - 1948. Juga dideklarasikannya deklarasi Balfour yang berupaya menegaskan bahwa "Ini tanah adalah kediaman asli orang Yahudi!". Dari runtutan sejarah panjang tersebutlah yang melatarbelakangi berdirinya negara Israel beserta konfliknya dengan Palestina.

Hal ini makin diperparah ketika berbagai percobaan dilakukan oleh Bangsa Arab untuk menghabisi biru putih Timur Tengah ini dalam perang Arab - Israel tahun 1948. Militer Israel menang secara jumlah dan taktis dengan hasil akhirnya adalah Israel yang menang dan membuat wilayahnya semakin luas. Hal ini membuat Israel berhasil mencaplok kurang lebih 70% dari wilayah mandat Palestina yang menyebabkan orang-orang Arab Palestina semakin terpojok dan mengungsi, serta orang Yahudi di negeri Arab juga banyak yang diusir.

Belum puas sampai disitu, negara-negara Arab semakin geram dengan Zionisme ini sehingga mereka kembali berkonspirasi untuk melenyapkan mereka dengan memulai perang 6 hari. Mesir yang waktu itu dipresideni oleh Gamal Abdul Nasser menjadi kekuatan utama dalam perlawanannya. Bahkan dalam buku "Soekarno, Bapakku, Kawanku, Gurukku" dikisahkan bahwa Presiden Indonesia yaitu Ir. Soekarno mendukung keras Pak Gamal dalam perang ini. Dia berpendapat bahwa zionisme merupakan salah satu produk nekolim yang harus dibasmi juga.
Namun sayang seribu sayang, liga Arab kembali mengalami kekalahan dalam perang ini walaupun didukung dengan kekuatan militer yang kurang lebih 3x lebih kuat secara kuantitas dibanding Israel. Namun kedisiplinan dan kesabaran penduduk negeri Yahudi kala itu berhasil membuahkan hasil.

Dan iya begitulah kisahnya, bagaimana Palestina dan Yahudi konflik juga dipengaruhi oleh kaum Muslimin itu sendiri yang berselisih, didukung juga oleh kelicikan bangsa Barat dalam membuat tipu daya.

Pelajaran: Jangan mudah percaya pada orang lain, Jangan terlalu percaya diri dengan kelebihan yang ada

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai. (QS. At-Taubah:25)

Belum ada Komentar untuk "Melihat Akar Konflik Palestina - Israel dari Sudut Pandang yang Berbeda"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

adnow